UPAYA TUNTAS
MEMBERANTAS
NARKOBA DAN AIDS[1]
Oleh : Sutarmo
Dewasa
ini terdapat dua “penyakit“ keluarga yang dapat memporakporandakan kehidupan
keluarga, yaitu Narkoba dan AIDS. Ke dua penyakit tersebut, saling terkait dan secara
bersama-sama merupakan ancaman luar biasa terhadap sumber daya manusia dan bisa
menghancurkan masa depan generasi muda kita. Untuk menanggulangi permasalahan
besar tadi, tidak cukup dilakukan oleh pemerintah dan beberapa organisasi
penggerak masa. Masalahnya sudah amat kompleks dan tak lepas dari masalah
agama, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini, Sutarmo
menyarankan agar penanggulangan Narkoba dan AIDS dilakukan tidak saja melalui penegakan supremasi hukum, namun juga
harus lewat akar permasalahan dalam
kehidupan keluarga yaitu kemiskinan materi, kemiskinan iman dan kemiskinan
informasi. Setiap usaha membasmi Narkoba dan AIDS yang tidak melihat realitas “
kemiskinan “ dalam keluarga hanya akan berakhir dengan kekalahan.
I. PENDAHULUAN
KELUARGA- keluarga di Indonesia,
dewasa ini tengah mengalami
berbagai krisis dan “
cobaan” amat berat. Selain
harus berjuang mengatur roda kehidupan ekonominya akibat badai krisis yang melanda negeri ini sejak
pertengahan
1997 dan hingga kini belum ada
tanda-tanda akan berakhir, juga harus
menghadapi berbagai gempuran penyakit
sosial yang kini makin merebak di
sekeliling keluarga. Dua penyakit yang
amat menakutkan dan dapat memporak-porandakan
kehidupan keluarga itu adalah, Narkoba
( narkotika dan obat-obatan berbahaya )
dan AIDS ( Aquired Immuno Deficiency Syndrome ).
Bagi sebuah negara, bila
problem Narkoba dan AIDS tidak segera ditanggulangi secara serius, tentu merupakan ancaman luar biasa terhadap
sumber daya manusia dan dapat
menghancurkan masa depan generasi bangsa.
Apalagi, sasaran utama dua
penyakit yang menghebohkan itu, adalah generasi muda, usia produktif di bawah 25 tahun. Oleh sebab itu
harus segera dilakukan berbagai langkah terobosan untuk menanggulangi dua “ hantu
“ yang menakutkan itu. Penanggulangan yang hanya dilakukan Pemerintah
saja dengan dukungan beberapa organisasi penggerak masa, tentu tidaklah cukup
dan akan berakihr dengan kekalahan. Permasalahannya sudah demikian kompleks,
sehingga diperlukan kepedulian, kesadaran dan peran nyata setiap anggota
masyarakat dan keluarga Dalam tulisan
singkat ini, setelah pendahuluan akan
diketengahkan potensi Narkoba menjadi
bencana nasional, Keterkaitan Narkoba dan HIV/AIDS dan Solusi serta saran untuk
menanggulanginya
II. BENCANA NASIONAL
Masalah penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat-zat adikti, dewasa ini memang sudah begitu luas merasuk ke
berbagai kalangan dalam masyarakat. Kalangan muda hingga dewasa, strata ekonomi
lemah hingga menengah ke atas dan bahkan melibatkan juga kalangan tertentu yang
logikanya tak terlibat barang kharam ini seperti aparat keamanan, pelajar SD,
dan pondok Pesantern.
Sebab itu, Presiden kita KH. DR.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, beberapa waktu lalu menegaskan bahwa selama
ini Narkoba sudah menjadi bencana nasional. Sudah banyak yang mengaku
terkena Narkoba bahkan sudah bukan
rahasia umum lagi bahwa aparat pemerintah terlibat dalam pengedaran dan
pemakaian Narkoba. “Masalah Narkoba tidak bisa tidak, harus diatasi dengan cara
yang keras. Pemberantasannya harus dilakukan dengan pendekatan institusional
dimana lembaga-lembaga yang menangani masalah-masalah itu harus bertindak keras
disamping tindakan penginsyafan”, tegas Presiden ( Solo Pos,13/5 ).
Untuk penegakan hukum di negeri ini,
memang masih sangat memprihatinkan. Untuk kasus besar seperti Narkoba yang
sudah sangat meresahkan itu, ternyata selama 15 tahun terakhir ini, baru pertama kali Pengadilan Negeri ( PN ) di
Indonesia yaitu PN Tangerang yang berani menjatuhkan hukuman mati terhadap tiga
WNI dalam kasus narkoba. Sedangkan PN lain belum ada yang berani. Sebab itu,
wajar bila dalam sebuah seminar yang
bertajuk “Sengsara Membawa Nikmat” di UNS baru-baru ini, menyimpulkan bahwa
pengedar Narkoba yang tertangkap selama
ini sebanarnya hanya kelas teri. Sedang
sang “ juragan” seolah
–olah tak tersentuh sama sekali oleh tangan-tangan hukum.
Tidak tegasnya sebagian besar penegak hukum seperti inilah,
yang menjadi salah satu penyebab utama begitu maraknya peredaran dan
perdagangan Narkoba di Tanah Air.
Akhirnya banyak orang yang tergiur menekuni bisnis Narkoba, tanpa
peduli akan kelangsungan hidup generasi
muda, keluarga dan bangsa ini.
Bagi pengedar yang sudah kerasukan “
setan “ , tak kenal khalal dan kharam, yang penting memperoleh uang
banyak. Bisa dibayangkan besarnya omset
perdagangan ilegal Narkoba di tanah air.
Pecandu yang berjumlah sekitar 2 ( dua )
juta, setiap hari setidaknya
mengeluarkan uang Rp 200.000,- untuk mengkonsumsi Narkoba. Secara kasar dapat dihitung omset perdagangan
barang kharam ini, paling sedikit tiap hari mencapai Rp 400 miliar.
Lalu mengapa para pecandu rela
mengorbankan uang sebanyak itu? Menurut pakar Narkoba dr. Yusvick M Hadin,
Narkoba bekerja pada syaraf pusat sehingga dapat menimbulkan gangguan mental
dari yang ringan hingga berat, bergantung tahapan ketergantungan si pecandu. Ada lima tahapan
ketergantungan. Pertama, adalah tahap coba-coba. Kedua, tahap
rekreasional misalnya menjadikan Narkoba sebagai “ menu “ wajib pada
sebuah
kegiatqan pesta. Yang ke tiga, tahap okupasional. Pada tahap ini telah
tampak adanya ketergantungan psikologis misalnya seorang penyanyi yang jika dia
tidak menggunakan Narkoba, maka rasa percaya dirinya akan menjadi rendah atau
bahkan hilang, ketika dia harus pentas panggung.
Sedang tahap ke empat adalah
tahap adiksi atau tahap ketergantungan. Dalam hal ini, ada dua jenis
ketergantungan yaitu ketergantungan psikologis dan ketergantungan fisiologis.
Ketergantungan psikologis yaitu toleransi untuk mendapatkan efek Narkoba yang
sama dari waktu ke waktu, maka akan diperlukan dosis yang semakin besar.
Sementara itu ketergantungan fisiologis adalah ketergantungan terhadap Narkoba
di mana apabila tidak mengkonsumsi Narkoba, maka otaknya akan “ nagih “
dan akan menimbulkan gejala-gejala tidak enak pada seluruh tubuh atau yang
biasa dikenal dengan “sakaw”. Tahap terakhir yaitu tahap
obsesif. Pada tingkatan ini, pikiran pengguna hanya tertuju pada bagaimana cara
mendapatkan Narkoba. Baik itu melalui tindak kriminal atau pun menjual diri.
Atas dasar tahapan
ketergantungan di atas, maka tidak mengherankan bila belakangan ini, melalui
berbagai mass media diketahui banyak peristiwa yang cukup mencengangkan,
sekaligus memprihatinkan. Seperti
diberitakan bahwa banyak orang
tua sekarang yang terkejut dan tidak menduga sama sekali bila putra
kesayanganya terlibat Narkoba.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LSM Solidaritas Moral Anti
Narkoba, Bandung , ternyata menyebutkan bahwa sebagian besar orang tua (75,6 %
) tidak tahu sama sekali bahwa anak-anaknya atau anggota keluarga lain telah menjadi
pengguna Narkoba ( Kompas,17/4).
Kejadian lain,
misalnya kasus yang menimpa sebuah keluarga dimana suami dan anaknya
telah menjadi pecandu Narkoba sehingga keharmonisan keluarga telah hilang
sama sekali,hartanya ludes untuk biaya pengobatan yang tak
kunjung menampakan hasil. Ada pula pengusaha sukses, setelah menjadi pecandu
Narkoba kemudian keluarganya menjadi
porak-poranda, sang suami lebih senang seks bebas dengan wanita lain (
the other women ) , sang istri tak mau kalah pula menggandrungi pria
lain ( the other man )dan anak-anak mereka berantakan.
Masih banyak lagi cerita-cerita
nyata seputar dampak negatif Narkoba. Bahkan ada kejadian yang tak masuk akal
dapat terjadi, misalnya diberitakan, bagaimana seorang anak bisa menghiasi
pipinya dengan empat buah peniti yang terpasang berderet. Sedang anak lainnya
asyik menyuntikkan putauw ke matanya setelah mencampurnya dengan
air kolam ikan di halaman tempat mereka duduk-duduk ( Solo Pos,3/4).
III.GUNUNG ES
Narkoba yang makin me-wabah tersebut,
dapat dipastikan akan meningkatkan penyakit sosial lain yang tidak kalah
menakutkannya yaitu HIV/AIDS. Apalagi
penyakit ini, sebagian besar ( 90 % ) ditularkan melalui hubungan seks bebas,
yang sangat “ akrab “ dengan kehidupan keluarga modern dan para pecandu Narkoba. Sedang sisanya ( 10 % ) menular lewat alat
tusuk/suntikan ( parenteral ) dan dari
ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya ( perinatal ).
Virus HIV ( Human Immuno Deficiency
Virus ) tidak dapat ditularkan melalui kontak sosial biasa seperti berjabat
tangan, berpelukan, bepergian dalam satu kendaraan, berenang bersama, memakai
alat makan-minum, toilet, telpon yang sama dengan pengidap HIV. Tidak
ditularkan pula dengan keringat, air mata, serangga ( gigitanya ), atau gigitan
nyamuk.
Lalu mengapa HIV/AIDS menakutkan ? Pertama, sampai saat ini obat penyembuh AIDS belum ada. Sehingga orang yang terkena infeksi/terjangkit HIV akan
meninggal karena AIDS. Vaksinasi untuk menjadikan orang kebal terhadap HIV/AIDS
sampai sekarang juga belum ditemukan. Ke
dua, masa inkubasi yang lama, antara 2- 15 tahun. Dengan begitu, orang
yang mengidap HIV pada tahap awalnya akan tetap sehat seperti biasa. Tapi virus
HIV akan terus menggerogoti ketahanan tubuh penderita. Serangan virus ini
langsung ke lituposit A yaitu bagian
dari sel darah putih yang bertugas untuk menjaga ketahanan tubuh, sehingga
tanpa “ bantuan “ yang menguatkan fisik dan mental, orang hidup dengan HIV ( Odha) ini segera menjadi penderita AIDS dan
sebagian cepat meninggal.
Kasus AIDS di Negara kita yang
pertama ditemukan tahun 1987, di Bali.
Enam tahun kemudian, berkembang menjadi 137 penderita AIDS dan 188 HIV. Tahun
1994 dilaporkan lagi AIDS 67 dan HIV 208. Tahun 1995, AIDS 87 dan HIV227. Tahun
1996 AIDS 119 dan HIV 382. Tahun 1997 AIDS 153, HIV 466 dan sampai Oktober 1998 lalu tercatat AIDS 221,
HIV 221.
Namun seperti halnya
Narkoba, jumlah penderita HIV/AIDS yang
tercatat tersebut tidak termasuk, “ street junkies “ ( penderita
tak terdata ). Angka sesungguhnya dapat 100 kali lebih banyak, bagai “gunung
es” yang terlihat hanya ice
tipe atau pucuk dari gunung yang sebenarnya sangat besar.
Suatu epidemi AIDS besar seperti yang
sampai sekarang sedang melanda negera tetangga seperti Thailand, India dan
Myanmar, bila kurang diantisipasi secara cepat, sangat mungkin terjadi di
Indonesia. Selain Kondisi geografik negara kita yang sudah terkepung oleh
negara-negara tetangga yang memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dan di era
globalisasi ini Ohida bebas mondar-mandir ke tanah air, juga sumber HIV di dalam negeri sendiri telah
menyebar luas ke beberapa propinsi. Makin meluasnya penggunaan Narkoba juga
akan ikut menambah jumlah kasus HIV/AIDS di tanah air.
IV. KELUARGA SEJAHTERA
Keterkaitan Narkoba dan HIV/AIDS tersebut, tentulah makin menambah rumit cara penanggulangannya. Mustakhil hanya dapat ditanggulangi melalui jalur kesehatan saja. Pemerintah sendirian saja, juga tidak akan mampu mengatasi. Persoalanya sudah begitu luas dan tak bisa lepas dari masalah agama, sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Betapa pun sulit dan rumitnya
menanggulangi persoalan Narkoba dan HIV/AIDS, prioritas tetap harus dilakukan
untuk membasminya. Untuk menanggulanginya, selain per;lu ditegakan supremasi
hukum tentu harus melihat akar
permasalahan yang sebenarnya yaitu kemiskinan keluarga dalam arti luas.
Meliputi kemiskinan materi, kemiskinan iman dan kemiskinan informasi.
Berbagai studi membuktikan, merebaknya WTS, anak jalanan dan rendahnya
kondisi sosial ekonomi---yang antara lain ditandai dengan banyaknya keluarga
miskin atau pra sejahtera dan sejahtera satu alasan ekonomi---terbukti
merupakan “ kawan “ dekat penyakit
sosial seperti Narkoba dan HIV/AIDS. Krisis yang melanda Indonesia, kini sudah
sampai tahap sangat serius, sehingga setiap bayii lahir pun, sudah harus
menanggung hutang. Sebab itu, selagi krisis yang mendera bangsa ini belum
berakhir, jangan harap dua penyakit yang menghancurkan tadi akan berakhir.
Kemiskinan Iman, juga merupakan faktor
tak kalah pentingya dan bahkan menjadi penentu berhasil tidaknya bangsa ini
keluar dari malapetaka Narkoba dan AIDS. Tidak ada satu ajaran agama pun, yang
membolehkan penganutnya mengkonsumsi Narkoba dan melakukan seks bebas yang
menyebarkan virus HIV/AIDS. Sudah saatnya, di Instansi pemerintah, swasta,
Sekolah dan tempat lain secara periodik diselenggarakan siraman rokhani, untuk
menyuburkan iman.
Demikian juga setiap keluarga sebagai
unit terkecil masyarakat, hendaknya dapat memberikan porsi besar bidang agama,
betapa pun sibuknya orang tua. Orang tua, hendaknya memberikan teladan dan
perilaku yang tidak menyimpang dari ajaran agama. Harus disadari bahwa hanya
dalam keluarga sejahtera, akan lahir manusia
beriman yang mampu membentengi dirinya dari godaan Narkoba dan HIV/AIDS.
Yang dimaksud Keluarga Sejahtera di sini---sesuai dengan UU N0.10/1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera-- adalah keluarga
yang diibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Ersa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Kemiskinan informasi tentang Narkoba dan HIV/AIDS, agaknya perlu mendapat
perhatian serius. Berdasarkan pengalaman di banyak negara maju, berkurangnya
wabah Narkoba dan HIV/AIDS, karena informasi besar-besaran tentang
penyakit itu. Untuk menghindari bencana nasional akibat Narkoba dan HIV/AIDS, sudah waktunya baik melalui media massa maupun
penyuluhan-penyuluhan kepada keluarga
dan masyarakat luas harus lebih digiatkan lagi.
III. PENUTUP
Persoalan Narkoba dan HIV/AIDS di
Indonesia sudah sampai pada tahap sangat serius. Untuk itu, pemberian informasi besar-besaran
dengan memanfaatkan semua media, agaknya
perlu dilakukan segera oleh pemerintah bersama berbagai pihak termasuk
organisasi sosial kemasyarakatan dan LSOM.
Namun upaya KIE ( Komunikasi, Informasi, dan Edukasi ) saja tentu tidak
cukup, tanpa adanya supremasi hukum dengan menindak mereka yang terlibat
Narkoba sekaligus melindungi hak-hak penderita HIV/AIDS. Lebih dari itu, yang
sangat mutlak harus mengantisipasi dengan segera yaitu semua anggota keluarga, orang tua dan anak untuk menghindari dan membuang jauh-jauh
penyalahgunaan Narkoba dan menghindari perilaku yang dapat menjerumuskan keluarga tertular
HIV/AIDS.
Daftar Bacaan
1.BKKBN Opini Nomor 2-Tahun 1999, Pendapat Umum tentang keluarga berencana, keluarga sejahtera, dan kependudukan. Jakarta : BKKBN
2.____________, UU. N0.10/1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta : BKKBN
3._____________, Pembangunan Keluarga
Sejahtera Di Indonesia. Jakarta : 1994
4.______________, Pemberdayaan Keluarga
Menuju Sumber Daya Manusia Potensial. Jakarta
: 1999
5.______________,
Bina Pengetahuan Gerakan KB dan KS
Nasional N0. 03/1994/1995. Jakarta : 1994
6. Bapak-Ibu, Selamatkanlah Anak-Anakmu, Solo Pos, 3 April 2000
7. Begitu Kena, Langsung One Way Ticket Ke
Neraka, Solo Pos,12 Mei 2000
8. Gus
Dur : Masalah Narkoba Harus diatasi secara keras, Solo Pos, 13 Mei 2000
9. Narkoba Dapat Menyebabkan Gila, Solo Pos,
14 Mei 2000
10. 80,2 Persen Pengguna Narkotika Kena
Infeksi Virus Hepatitis C, Kompas, 15
April 2000.
11. 74 persen Pengguna Narkoba di Bandung Laki-Laki, Kompas 17 April 2000
12. TO. Ihromi (
Penyunting), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999.
[1] Penulis,
Mantan Pimpinan Umum Majalah Pabelan Solo. Saat ini Mahasiswa S2-PKLH UNS dan Staff BKKBN Solo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar